Jumat, 15 Agustus 2008

YANG TERSISA DARI PPD TAHUN 2008/2009

Dalam 3 bulan belakangan ini, para orang tua siswa baru yaitu untuk SD, SMP, dan SMA dibuat bingung, resah, dan berdebar dikarenakan proses Penerimaan Peserta Didik (PPD) tahun 2008/2009 benar2 istemewa. Istimewa karena untuk penerimaan siswa kali ini menggunakan Nilai UAS dan Jalur Khusus yang fenomenal itu.Apalagi dalam proses jurnal seleksinya diumumkan melalui sebuah website yang mau tak mau orang tua siswa harus melek teknologi karena hal tersebut. Dalam pengumuman jurnal seleksi bagi calon siswa yang mempunyai nilai diambang batas kuota suatu sekolah harus bersiap-siap cabut berkas untuk didaftarkan ke sekolah lain dengan harapan dapat diterima di sekolah yang sesuai dengan kemampuannya. Walaupun itu bukan merupakan sekolah favoritnya. Pusing memang.
Namun berbeda bagi orang tua murid yang berduit. Mereka dapat menentukan sendiri sekolah mana yang diinginkan karena ada Jalur Khusus.Keluarkan uang belasan juta rupiah, anak pasti diterima. Mereka tidak dipusingkan dengan seleksi melalui jurnal. Tinggal tunggu di rumah atau plesiran, pada hari "H"-nya masuk sekolah yang diinginkannya dengan gagahnya. Uenake, uenak tenan.
Hal-hal tersebut di atas benar2 terjadi karena kebijakan PEMKOT Kota Semarang yang memang mengesahkan hal tersebut.
Sekarang telah 2 bulan anak2 bersekolah dan telah menerima pelajaran sebagai mana mestinya. Walaupun belajar di sekolah yang diinginkan atau tidak, yang penting mereka harus belajar !
Namun perjuangan orang tua murid belumlah selesai. Orang tua murid kembali diresahkan oleh pemberitaan yang membingungkan. Hal ini terkait dengan slogan SEKOLAH GRATIS. Gratis dari SPP dan gratis dari Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Tapi apabila sekolah itu gratis, kita dihadapkan pada hal2 yang mengerikan. Ada salah satu sekolah fvorit di kawasan Semarang Atas yang memberikan gambaran bahwa konsukensi dari sekolah gratis yaitu hanya memberikan pendidikan dengan mutu standar, berkurangnya jam pelajaran, tidak ada pelajaran ekstrakurikuler, dan tidak dapat menjamin anak didiknya lulus 100 %. Suatu dilema memang. Orang tua murid kembali dihadapkan pada hal2 yang memusingkan. Disalah satu sisi apabila kita ingin sekolah gratis, kita khawatir dengan perkembangan belajar anak didik kita, kalau ingin maju kita harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membayar SPP dan juga SPI.
Kami setuju bahwa sekolah gratis membuat kami tidak berkembang. Segala sesuatu memang jer basuki mawa bea. Namun yang kami harapkan untuk pengembangan mutu pelajaran sekolah dan fasilitas lainnya tidak memberatkan orang tua murid yang sekarang sedang dililit oleh kebijakan pemerintah yang memberatkan kehidupan masyarakat. Dan kami berharap juga agar sekolah tidak menjadi mesin pencetak uang yang gampang menarik sumbangan dengan mengatasnamakan pendidikan. Semoga saja dengan kebijakan pemerintah yang memberikan anggaran 20% APBN untuk tahun 2009 dapat terlaksana dengan baik, sehingga benar2 membantu masyarakat untuk mencerdaskan bangsanya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tulisanmu keciliken kang, gedekno sitik ben iso kewoco